#ngeREVIEW Film | KKN di Desa Penari (2022)
Dalam jangka waktu 2 minggu, film
Indonesia bergenre horor ini
telah berhasil mengumpulkan lebih dari 4,5 juta penonton. Angka tersebut juga mengantarkan film ini menjadi film
Horror Indonesia terlaris sepanjang masa mengalahkan Pengabdi Setan karya Joko
Anwar.
Berawal dari thread Twitter yang dibagikan oleh
pemilik akun Twitter @SimpleMan berjudul KKN di Desa Penari yang berhasil mencuri perhatian
masyarakat dan menjadi viral di tahun 2019.
Dimana dari cerita viral sekelompok mahasiswa
yang sedang menjalani program kerja KKN di sebuah desa, kini diangkat menjadi
film layar lebar yang paling ditunggu-tunggu, berjudul KKN di Desa Penari.
Sudah 2 tahun sejak penayangan
KKN di Desa Penari ditunda, film yang didasari kisah nyata ini tampaknya tidak
membuat antusiasme penggemarnya menghilang. Terbukti dengan hype dan komentar
positif yang di terima film tersebut di kolom komentar trailernya.
***
Sutradara = Awi Suryadi
Produser = Manoj Punjabi
Penulis = Lele Laila dan Gerald Mamahit
Didasarkan dari thread twitter KKN di Desa Penari oleh SimpleMan
Pemeran = Tissa Biani sebagai Nur, Adinda
Thomas sebagai Widya, Achmad
Megantara sebagai Bima, Aghniny
Haque sebagai Ayu, Calvin
Jeremy sebagai Anton, Fajar
Nugraha sebagai Wahyu
Perusahaan produksi = MD
Pictures, Pichouse
Films
Tanggal rilis = 30 April 2022
Durasi = 121 menit
Negara = Indonesia
Bahasa = Indonesia dan Jawa
Enam mahasiswa yang melaksanakan
KKN di sebuah desa terpencil, Nur, Widya, Ayu, Bima, Anton, dan Wahyu tidak
pernah menyangka kalau desa yang mereka pilih ternyata bukanlah desa biasa. Pak
Prabu, sang kepala desa, memperingatkan mereka untuk tidak melewati batas
gapura terlarang. Satu per satu dari mereka mulai merasakan keanehan desa
tersebut. Bima pun mulai berubah sikap dan program KKN mereka berantakan.
Tampaknya, penghuni gaib desa tersebut tidak menyukai mereka. Nur akhirnya
menemukan fakta bahwa salah satu dari mereka melanggar aturan yang paling fatal
di desa tersebut. Teror sosok penari misterius semakin menyeramkan. Mereka
meminta bantuan Mbah Buyut, yang merupakan dukun setempat. Sayangnya, mereka
terancam tidak bisa pulang dengan selamat dari desa yang dikenal dengan sebutan
desa penari tersebut.
***
Bagi kita yang mengikuti cerita KKN di Desa
Penari dari Twitter, maka kita akan tahu bahwa ada perbedaan besar di dalam
film ini. Ada beberapa cerita di Twitter yang tidak ditampilkan di film KKN di
Desa Penari. Ada beberapa alur cerita yang dipercepat atau diperlihatkan secara
sekilas saja.
Alur cerita film ini sebenarnya tidak berbelit-belit, tapi cukup membosankan. Bahkan, alur ceritanya terkadang seperti
kehilangan fokus akan menceritakan tentang apa karena terlalu banyak yang harus
dijelaskan.
Biasanya, film-film horor
Indonesia identik dengan sosok makhluk halus berwajah seram dan dipenuhi adegan
sadis berlumur darah.
KKN di Desa Penari tidak perlu hal-hal klise itu untuk membuatnya menyeramkan. Film ini membangun cerita horornya
dengan menggambarkan misteri-misteri, dan kejadian-kejadian mistis yang justru
mengajak penontonnya untuk ikut merasakan kengerian dan penasaran yang
ditampilkan di sepanjang film.
Latar tempat juga digambarkan
hampir seluruhnya disesuaikan dengan apa yang penonton
harapkan, seperti desa terpencil yang jauh dari perkotaan, rumah gubuk yang
mereka tinggali, tempat pemandian mahasiswi atau yang disebut sinden, bahkan
tapak tilas atau panggung tempat di mana mantan para penari dan gamelan-gamelan
berada.
Ada dua karakter yang benar-benar
mencuri perhatian, yaitu Nur dan Widya, yang diperankan oleh Tissa Biani dan
Adinda Thomas.
Akting menakjubkan Tissa Biani dalam
memerankan Nur, anak pendiam yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan
manusia kebanyakan, ia sukses
menyampaikan sepanjang film melalui ekspresinya yang sangat alami, terutama
saat adegan di mana Nur yang sedang dirasuki oleh “penjaga”nya, berbicara
dengan Widya tentang kelakuan teman-temannya yang melewati batas. Begitu juga dengan Adinda Thomas yang
bermain dengan ular asli, hingga saat adegan di mana rambut keluar dari
mulutnya. Dengan diangkatnya
cerita pendek ini ke layar lebar, penonton berharap mendapatkan pengenalan lebih
dalam dan detail kepada para tokoh untuk semakin dekat, dan mengerti watak para
karakternya, yang sayangnya tidak diberikan di film ini.
Hal krusial yang disoroti dalam film KKN di
Desa Penari ini yaitu
perempuan masih dijadikan
objek mata laki-laki, baik dari cerita maupun pengambilan gambar. Tindakan
pengambilan gambar dari perspektif maskulin ini mendeskripsikan bahwa perempuan sebagai
objek seksual. Dalam film ini, hal itu ditunjukkan lewat pengambilan gambar
saat Ayu dan Widya tertidur di kasur. Mengambil pergerakan kamera, perspektif
film seakan mengajak mata penonton untuk "menjelajahi" tubuh perempuan,
terutama lekuk pinggang. Selain itu, alih-alih menekankan kepada unsur mistis,
adegan menari juga menggunakan perspektif yang berfokus pada lekukan tubuh sang
penari.
Penerapan perspektif ini dititik
beratkan kepada karakter Ayu, membuatnya menjadi objek seksual, seiring dengan
kisah karakternya yang tergoda rayuan iblis. Dengan adanya perspektif tersebut,
masyarakat diajak untuk menormalkan "hukuman" yang diberikan kepada
Ayu yang dinilai pantas karena sepanjang film karakter ini seakan-akan hanya
menjadi objek seksual. Secara keseluruhan, film KKN di Desa Penari merupakan
hiburan dan jawaban atas rasa penasaran yang cukup memuaskan. Namun, seperti film horor Indonesia
pada umumnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus digarap dalam meletakkan posisi karakter
perempuan dalam cerita dan visual.
Last but not least, KKN di Desa Penari adalah
film yang sarat akan pesan moral dan ajaran tata krama yang kental. Meski
dengan cerita yang sudah tidak asing, KKN di Desa Penari berhasil
memvisualisasikan sebagian besar cerita viral yang hanya terhenti di imajinasi
para pembacanya ini dengan baik. Akting para pemain, sinematografi yang cakap,
dan musik latar belakang yang pas, dapat menutupi sebagian kecil kekurangan
yang ada.
Comments
Post a Comment