#ngeREVIEW Film Dokumenter | Diam & Dengarkan (2020)

Satria Baja Hitam bertekuk lutut di bawah kaki monster jahat Gorgom, musuh yang mencoba menghancurkan planet Bumi. Gorgom terlalu kuat, Satria Baja Hitam akhirnya kalah dan berakhir hanyut di laut. “Satria Baja Hitam telah mati, siapakah yang akan melindungi planet tercinta ini?” pesan penutup dari sang narator.

Kalimat diatas adalah potongan scene dari sebuah dokumenter. Bukan film dokumenter tentang anime atau superhero Jepang. Bukan! Ya, itu menariknya, film dokumenter ini yang bertemakan tentang manusia, mahluk hidup dan lingkungan. Film yang diproduksi oleh Anatman Pictures ini dirilis pada 27 Juni 2020 lalu, dan bisa ditonton secara gratis di channel YouTube. Film dokumenter Diam & Dengarkan adalah film yang berfokus pada isu kesadaran lingkungan. Cerita yang dimulai saat Bumi mulai terbentuk hingga saat ini, dan bagaimana bumi menyikapi setiap kondisi yang terjadi. Film dokumenter ini memiliki total durasi nyaris 1,5 jam. 

Film ini terdiri dari total 6 chapter, dengan masing-masing judul berbeda yang saling berkorelasi. Setiap chapter diisi dengan narator berbeda dan juga berbagai narasumber. Chapter 1: Kiamat yang Tak Terhindarkan (Christine Hakim), Chapter 2: Mens Sana in Corpore Sano (Dennis Adishwara), Chapter 3: Kerajaan Plastik (Arifin Putra), Chapter 4: Air Sumber (gaya) Hidup (Eva Celia), Chapter 5: Kehutanan yang Maha Esa (Nadine Alexandra), Chapter 6: Samudra Cinta (Andien Aisyah). Pembabakan isu menjadi 6 chapter yang berbeda namun saling berkaitan, tetapi juga membuat film ini lebih mudah dipahami. Terutama bagi penonton awam yang baru mulai tertarik dengan isu lingkungan.

Footage yang digunakan pada film ini juga merupakan footage dengan licence creative commons, karena menurut Mahatma, pihaknya tidak mengklaim copyright dari film yang merupakan serial Heal the World tersebut. Tapi yang membuatnya menjadi spesial, justru memang pada keapikan meracik narasi, informasi fakta, dan potongan gambar. Visualisasi dengan ditambah narasi yang dapat membius para penonton benar-benar bisa terdiam dan mendengarkan, dan (mungkin) akan lebih jauh lagi tergerak hatinya untuk melakukan perubahan.

Well, some things do change

Beberapa aksi nyata dalam misi penyelamatan planet bumi, dapat kita temui sehari-hari. Beberapa yang saya amati, diantaranya:

  1. No plastic straw; beberapa tahun belakangan ini, sudah banyak restoran baik resto cepat saji dan yang lainnya, tidak menyediakan sedotan plastik. Fenomena sosial yang menarik disini adalah munculnya istilah “sedotan SJW”, karena pada awalnya isu ini diangkat oleh aktivis netizen dikenal dengan sebutan Social Justice Warrior (SJW).
  2. No more plastic bag in your favourite grocery store; aksi ini memang didukung oleh kebijakan peraturan pemerintah setempat, yaitu per tanggal 1 Juli lalu, semua supermarket tidak diperkenankan menggunakan kantong plastik. Jadi, siapkan reusable shopping bag terbaikmu jika ingin berbelanja.
  3. Healthy food kiosk; Kolaborasi Untuk Desa adalah satu resto baru di Sanur, Bali yang menghadirkan konsep plant-based food canteen dengan harga yang sangat terjangkau. Kini banyak bermunculan food stall yang mengusung tema healthy food seperti salad, poke bowl atau organic herbal drink.
  4. Grow veggies on your backyard; istilah yang saya buat untuk menggambarkan tren berkebun melalui metode hidroponik belakangan ini. Pandemi covid-19 berpengaruh besar terhadap tren ini, dimana banyak orang yang mulai beralih kepada hidup sehat terutama dalam mengkonsumsi sayuran yang ditanam secara mandiri yang dinilai lebih higienis.

Kontribusi ini, walau terlihat kecil, tetapi jika dilakukan konsisten, habitual dan masif, tentunya secara perlahan dapat membawa dampak baik bagi lingkungan. Paling tidak, kita dapat memberi waktu bagi kelangsungan hidup di planet ini.

Pesan besar yang disuarakan film dokumenter Diam dan Dengarkan adalah tentang kekuatan energi kolektif. Bagaimana perubahan besar dapat terjadi hanya dengan aksi-aksi kecil yang dilakukan secara kolektif. Pandemi virus corona adalah buktinya. Dengan cepat, pandemi membuat warga dunia mengerem aktivitas secara bersamaan dan dampak positifnya terhadap lingkungan begitu nyata. Meski dampak ini bisa jadi hanya bersifat sementara, jika setelah pandemi manusia kembali membuat kerusakan yang lebih masif lagi.

Film ini membawa pesan mengenai bagaimana pandemi virus corona sebaiknya menjadi titik balik bagi warga dunia untuk mulai melakukan perubahan-perubahan kecil dari dirinya, demi kelestarian alam dan keberlangsungan bumi. Seharusnya tidak perlu menunggu sampai ada pandemi dan lockdown untuk memberi jeda kepada bumi ini.

Siapa lagi yang bisa menyelamatkan planet bumi dan seisinya jika bukan penghuninya yang dinilai paling intelektual? Kita berbagi planet ini, bukan untuk dieksploitasi demi kesejahteraan sendiri. Kenapa perlu menyelamatkan bumi? karena kita adalah bumi itu sendiri.

Comments

Popular Posts