Pantulan di Cermin
![]() |
photo by Canva edited by Writer |
Aku melihat pantulan di cermin yang sudah buram itu. Sudah kutatap lekat sedari lama namun tetap saja tak kudapati jawab dari segala tanya perihal āsiapakah gadis tanpa warna itu?ā
Ah, biar saja. Lebih baik kulanjutkan menyisir rambutku yang entah mengapa kini terasa lebih kaku dari biasanya; mungkin aku perlu membasahinya sekali lagi sebab sudah terhitung lima hari sejak kali terakhir aku biarkan ia tersentuh dinginnya air.
Aku meraih ponselku untuk sekedar memastikan bahwa ini benar hari Minggu. Sial. Gadis itu ada dalam layar ponselku. Gadis tanpa warna itu.
Tunggu. Bukankah seharusnya itu adalah aku?
Benar. Seharusnya itu aku. Kemudian sedetik setelahnya dengan tergesa aku mencari diriku di segala. Tidak ada.
Kuhampiri cermin itu sekali lagi. Dan seperti dugaanmu, āgadis tanpa warnaā itu masih setia berada di dalamnya. Lalu kutanyakan padanya dengan ramah, bahwa āapakah kamu melihat diriku?ā
Kamu tahu apa jawabnya? Katanya aku sudah mati.
Aku terdiam sesaat sebelum kemudian akhirnya tersenyum kaku sebab aku baru menyadari bahwa aku telah mati terbunuh oleh isi kepalaku sendiri.
Comments
Post a Comment