Jangan Hanya Mendengarkan Apa yang Ingin Didengar

photo by Canva
edited by Writer

Truth may be painful.

Atau…, benarkah? Mungkin itu hanya perasaan kita sendiri saja. Lalu, mengapa kita ingin kabur dari kenyataan-kenyataan yang ada? Kenyataan bahwa banyak orang yang berkeluh-kesah di sekitar kita. Kenyataan bahwa banyak orang yang membutuhkan bantuan. Kenyataan bahwa kita "gatal" untuk memakmurkan tolong-menolong dalam kebajikan dan gotong-royong.

Memang, kita tidak bisa mengulurkan tangan untuk semua yang butuh. Kita pun harus bisa memilah dan memilih untuk siapa uluran tangan kita ini. Memang, kita seharusnya mengadukan segala kesusahan dan kesedihan kita hanya kepada Tuhan. Akan tetapi, jika itu berkaitan dengan tanggung jawab sosial, tidak bisakah kita mendahulukan orang lain? Tidak bisakah kita mendengarkan?

Jika kita hanya mendengarkan apa yang kita mau, kita tidak akan bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Jika kita hanya mau mendengar yang enak-enak saja, kita tidak akan berkembang. Tidak akan ada perubahan di sekitar kita.

Dengarlah, bahkan biarpun kita hanya mencuri untuk mendengar. Semua yang kita dengar tidak selalu menyenangkan, tidak bisa membahagiakan. Namun, bila tercetus ide untuk memperbaiki, terutama memperbaiki diri sendiri, kontribusi kita akan berpengaruh luas. Semua itu dari mendengarkan.


Dengarlah agar kita dicintai dan mencintai karena Tuhan, Sang Pemilik Cinta.


Aku selalu ingin mengingatkan bahwa orang tahu cara memimpin dari mengetahui cara dipimpin. Bukan, itu bukan dogma sembarangan. Ketahuilah, pemimpin adalah pelayan untuk suatu kelompok yang dipimpinnya. Pelayan yang harus bisa mendengar suara hati atasannya, yakni rakyatnya. Pelayan yang berempati terhadap sekitarnya dari mendengarkan. Pelayan yang punya ambisi untuk membuat lingkungan dalam jangkauannya lebih baik. Dan, pelayan tidak harus berada dalam sorotan.

Kalau kita tidak mau memahami; kalau kita tidak mau mendengarkan, adakah pekerjaan kita nanti saat menjadi pemimpin?

 

Somewhere out there, someone just wants to be heard.

 

EPILOG

Belajarlah mendengarkan;

siapa yang tahu suatu saat nanti?

Engkau menjelma

menjadi tulang punggung

menemukan tulang rusuk kiri yang paling atas,

mengatur guliran dadu

dan berwicara disaksikan seluruh insan

Comments

  1. Tapi kalau kata psikolog lain, abaikan omongan orang jadilah diri sendiri, terus kita harus berpegang pada siapa?

    Jawabannya jelas Tuhan, makanya diajak untuk seimbang dan berimbang, jangan pegang salah¹, Mendengerakan secukupnya, baik buruk semua ya bisa dimanfaatkan untuk pelajaran bagi yang cerdas, kalau gak cerdas ya kemakan pada akhirnya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts